| Kesehatan (SUMBER BERITA BALI POST) |
| Minggu, 12 Juli 2009 | BP |
| Mengenal Penyakit Kusta |
| Oleh dr. Irene Tantia Utami PERNAHKAH Anda atau orang-orang di sekitar mengalami bercak pada kulit yang mati rasa? Waspadalah, itu bukanlah panu atau kurap, melainkan kusta atau lepra. Penyakit kusta terdengar begitu menakutkan karena cacat tubuh yang ditimbulkan tampak menyeramkan. Hal ini memberi efek yang sangat besar pada masyarakat sehingga pasien kusta menderita tidak hanya karena penyakitnya saja, juga karena dampak sosial yaitu dikucilkan oleh masyarakat. Padahal, dengan diagnosis dini dan pengobatan tepat, kusta dapat disembuhkan tanpa cacat, serta rantai penularannya dapat diputuskan. Kusta telah ada sejak zaman dahulu, bahkan dikatakan merupakan penyakit tertua di dunia. Kusta adalah penyakit infeksi kronis, yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae. Yang diserang pertama kali adalah saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, selaput lendir mulut, saluran nafas bagian atas, dan organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Penularan dan Gejala Penularan penyakit kusta belum diketahui dengan pasti, tetapi sebagian besar para ahli mengatakan bahwa penularannya melalui saluran pernafasan dan kontak langsung antar-kulit yang lama dan erat, namun gejala klinis dan tingkat keparahannya berbeda antar-individu tergantung pada jumlah kuman, keganasannya, dan daya tahan tubuh penderita. Pada kulit, gejala yang menonjol adalah berupa bercak kemerahan, kehitaman, atau bercak keputihan, sehingga sering dianggap panu atau kurap. Namun pada kusta, bercak tersebut disertai dengan hilangnya sensasi rasa atau mati rasa, yang dapat diuji menggunakan jarum untuk rasa nyeri, kapas untuk mengetahui rasa raba, dan tabung reaksi berisi air panas dan dingin untuk menguji rasa suhu. Gejala pada saraf tepi dapat diperiksa melalui beberapa titik saraf, antara lain saraf pada wajah, leher, tangan dan kaki. Dapat dilihat dari pembesaran atau penebalan saraf, kekenyalannya, dan apakah terdapat rasa nyeri. Gangguan saraf yang terkena dapat berupa gangguan fungsi sensoris, yaitu mati rasa, fungsi motoris, yaitu kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak tubuh, dan gangguan fungsi otonom berupa kulit kering, retak, bengkak, dan pertumbuhan rambut yang terganggu. Pada tahap lanjut dapat terjadi penghancuran saraf, dimana kelumpuhan akan menetap, dapat terjadi infeksi yang progresif dengan kerusakan tulang hingga terjadi mutilasi. Kuman penyakit kusta juga dapat menyerang organ lain, di antaranya mata, hidung, lidah, pita suara, testis, kelenjar limfe, dan ginjal. Pada mata dapat terjadi peradangan pada iris, gangguan penglihatan, sampai kebutaan. Pada hidung dapat terjadi perdarahan dari selaput lendir hidung, atau biasa disebut mimisan, dan kelainan anatomis berupa hidung pelana. Dapat juga terjadi luka pada lidah seperti sariawan dan benjolan pada lidah, suara parau, infeksi kelenjar limfe, dan infeksi ginjal. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, selain terdapat satu di antara gejala klinis pada kulit dan saraf tepi, juga harus dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan ada tidaknya kuman mycobacterium leprae, yaitu berupa pemeriksaan bakterioskopik. Sediaan dapat diambil dari kerokan atau hapusan pada kulit yang paling aktif, di antaranya cuping telinga, lengan, punggung, bokong, dan paha, dimana minimal dilakukan pada tiga tempat, yaitu cuping telinga kanan, kiri, dan bercak yang paling aktif, kemudian setelah dilakukan pengecatan dengan bahan tertentu, sediaan tersebut diperiksa di bawah mikroskop. Dari hasil pemeriksaan dapat dibedakan mana kuman yang solid atau masih aktif dan mana yang sudah tidak aktif. Untuk kepentingan pengobatan, WHO membagi penyakit kusta menjdi dua tipe, yaitu tipe Pausibasiler (PB), dan tipe Multibasiler (MB). Pada kusta tipe PB terdapat 1-5 buah bercak pada kulit dengan distribusi yang tidak simetris, hilangnya sensasi rasa yang jelas dan hanya mengenai satu cabang saraf, namun memberi hasil pemeriksaan bakterioskopik yang negatif. Sedangkan pada kusta tipe MB ditandai dengan adanya bercak atau kelainan pada kulit lebih dari lima buah, dengan distribusi yang lebih simetris, hilangnya sensasi rasa kurang jelas namun mengenai banyak cabang saraf, serta ditemukan hasil yang positif pada pemeriksaan bakterioskopik. Upaya Penanganan Pengobatan penyakit kusta di Indonesia ditanggung oleh pemerintah, jadi penderita yang telah didiagnosa menderita kusta tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memperoleh pengobatan di instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Tersedia paket pengobatan yang dikenal dengan nama MDT (Multi Drug Treatment) yang terdiri dari tiga macam obat, yaitu DDS, klofazimin, dan rifampisin. Pengobatan disesuaikan dengan klasifikasi kusta, jika tergolong PB penderita mendapatkan 6 paket MDT-PB yang harus dihabiskan dalam jangka waktu 6-9 bulan. Sedangkan bagi penderita yang tergolong MB akan mendapatkan 12 paket MDT-MB yang harus habis dalam waktu 12-18 bulan. Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat, diharapkan penderita dapat terhindari dari risiko terjadinya kecacatan, dan untuk penderita yang sudah mengalami kecacatan dapat dicegah agar cacat yang terjadi tidak menjadi lebih berat dan tidak kambuh lagi. Beberapa upaya untuk mencegah terjadinya cacat sekunder antara lain perawatan diri sendiri untuk mencegah luka, perawatan luka yang benar, fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan, tindakan pembedahan untuk mengurangi perluasan infeksi dan rekontruksi untuk otot yang lumpuh, dan perawatan pada mata, tangan, atau kaki yang mengalami mati rasa atau kelumpuhan. Sangat diperlukan kesadaran dari tiap lapisan masyarakat untuk dapat ikut serta dalam menanggulangi kusta bukan dengan cara menjauhi mereka, melainkan mengarahkan mereka untuk mendapatkan pengobatan. Untuk penderita kusta agar tidak rendah diri, segeralah memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan terdekat, jangan menunggu hingga terjadi kecacatan. Ingatlah, penyakit kusta dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. (*) |
Senin, 13 Juli 2009
Mengenal Penyakit Kusta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar